Bupati Inhil Sentil Tata Kelola Karbon Nasional, Suara Pesisir Riau Menggema ke Pusat

By Bermadah 02 Sep 2025, 10:40:46 WIB Inhil
Bupati Inhil Sentil Tata Kelola Karbon Nasional, Suara Pesisir Riau Menggema ke Pusat

Keterangan Gambar : Ilustrasi


BERMADAH.CO.ID, INHIL  — Pernyataan mengejutkan datang dari Bupati Indragiri Hilir (Inhil) H. Herman dalam acara pengukuhan 193 kepala desa beserta Ketua Tim Penggerak PKK desa se-Kabupaten Inhil di Aula Engku Kelana, Jumat (29/8/2025). Di hadapan para kepala desa, Bupati menegaskan bahwa kekayaan mangrove dan potensi blue carbon yang dimiliki Inhil adalah “aset masa depan yang tak ternilai” dan kabupaten ini tidak boleh hanya menjadi penonton.

Pernyataan yang kemudian viral di media sosial TikTok dan Facebook itu bukan sekadar ungkapan spontan. Ia adalah alarm politik-ekologis yang mengingatkan publik pada ketegangan serius dalam tata kelola karbon nasional.

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2025, luasan mangrove di Indragiri Hilir mencapai 131.658 hektare—terluas di Provinsi Riau. Ekosistem ini bukan hanya benteng ekologi lokal, tetapi juga penopang ekonomi karbon global. Namun, dalam praktiknya, masyarakat pesisir yang menjaga mangrove dan menanggung risiko ekologis justru belum mendapat posisi setara dalam pembagian manfaat perdagangan karbon.

Kerangka hukum perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan dipertegas melalui Permen LHK Nomor 21 Tahun 2022. Namun, aturan ini menempatkan pemerintah provinsi sebagai fasilitator dan mengabaikan peran kabupaten. Akibatnya, desa-desa pesisir seperti di Inhil rawan terpinggirkan dari skema manfaat, sementara keuntungan berpotensi terserap di pusat atau korporasi besar.

“Bagaimana mungkin masyarakat pesisir yang menjaga mangrove tidak mendapat bagian yang adil dari nilai ekonomi karbon?” ungkap, Zainal Arifin Hussein, Ketua BDPN.

Pernyataan Bupati Inhil harus dibaca sebagai peringatan dini: tata kelola karbon tidak bisa diputuskan semata di tingkat pusat dan provinsi. Kabupaten dan masyarakat pesisir harus diberikan ruang setara dalam pembagian manfaat.

“Blue carbon tidak boleh diperlakukan hanya sebagai komoditas pasar. Ia adalah sumber kehidupan yang dijaga masyarakat pesisir, dan sudah seharusnya mereka yang pertama mendapatkan manfaatnya,” tegasnya.

Jika Inhil mampu memelopori model distribusi manfaat karbon yang adil dan transparan, maka suara dari pesisir Riau akan menjadi referensi nasional bahkan global. Keadilan iklim hanya akan terwujud bila masyarakat lokal ditempatkan pada posisi sentral dalam pengambilan keputusan.

Percikan singkat pernyataan Bupati Herman kini berpotensi menjadi api besar yang menyalakan percakapan strategis tentang hak daerah, martabat masyarakat pesisir, dan arah masa depan ekonomi biru Indonesia.(EP)

Oleh: Zainal Arifin Hussein
Ketua BDPN | Ketua Dewan Pengawas & Pertimbangan (DPP) JIKALAHARI




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook



Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

Teknologi

Read More

Jajak Pendapat



Komentar Terakhir

  • PelangiQQ

    Ah.. paling bentar ajaa tu - Dapatkan bonus melimpah untuk member baru !! Hanya di ...

    View Article
  • Pelangipoker

    Semoga hukum dapat ditegakkan walaupun melawan orang berduit - Dapatkan bonus untuk member baru ...

    View Article
  • Pokerpelangi

    Udah dapat keja lain mungkin. Habis lama kali diterima PNS - Poker online bonus terbesar untuk ...

    View Article

Video Terbaru

View All Video